TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark
Pecaruan Godel Bajang Pelemahan di Jalan Batubelig Desa Adat Kerobokan

Pecaruan Godel Bajang Pelemahan di Jalan Batubelig Desa Adat Kerobokan

Daftar Isi
×

Pecaruan Godel Bajang Pelemahan Di Jalan Batubelig Desa Adat Kerobokan ist


INFODEWATANEWS.COM, Badung - Dua banjar di wilayah Desa Adat Kerobokan, yakni Banjar Batubelig dan Banjar Batubelig Kangin, menggelar upacara Bhuta Yadnya (pecaruan) dengan menggunakan sarana godel bajang (anak sapi muda), Selasa (10/6/2025). 

Upacara ini dilaksanakan di Jl. Batubelig, Desa Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, bertepatan dengan purnamaning sasih sadha.

Upacara ini juga disaksikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gde Eka Sudarwitha, Bendesa Adat Kerobokan, para pemangku kepentingan, serta tokoh masyarakat setempat.

Pemangku Pura Dalem Batubelig, I Gusti Ketut Bagus Sadteja, mengatakan pelaksanaan caru godel bajang ini merupakan tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali. 

Namun apabila kondisi tidak memungkinkan, maka pecaruan diganti dengan upacara berukuran lebih kecil atau petanggeh. 

“Kalau tidak mampu melaksanakan lima tahun sekali, bisa melaksanakan maksimal sepuluh tahun sekali, dan di antaranya dilakukan caru alit. Ini kami sesuaikan dengan kemampuan dana yang ada,” jelasnya.

Menurut Sadteja, kawasan Batubelig pada zaman dahulu dikenal sebagai wilayah yang tenget (angker). Para leluhur pun menerima petunjuk niskala bahwa, agar kehidupan masyarakat bisa berlangsung harmonis, perlu dilaksanakan pecaruan sebagai bentuk persembahan dan keseimbangan dengan alam supranatural. 

“Kali ini kami mendapat petunjuk untuk melaksanakan caru walik sumpah malaning sadha, yang dilaksanakan pada purnamaning sasih sadha,” terangnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, mobil berukuran besar seperti ini diyakini mampu menciptakan ketenangan dan keseimbangan wilayah selama lima tahun ke depan. Namun jika pecaruan tidak dilakukan dalam kurun waktu lebih dari lima tahun, diyakini akan muncul gejala-gejala negatif. 

“Dulu kami tidak pernah sampai 15 tahun tidak melaksanakan pecaruan. Akibatnya muncul keterikatan dan ketidakharmonisan di wilayah ini,” ujarnya.

Sementara, penanggung jawab upacara, AA Rai Suardiana, menambahkan bahwa pecaruan ini menggunakan sarana utama berupa godel bajang yang masih muda dan tidak cacat. 

Menurutnya, tradisi ini merupakan bentuk yadnya yang dipersembahkan kepada Durga, sebagai simbol pengharmonisan antara sekala dan niskala khususnya di wilayah Batubelig.

"Upacara ini kami laksanakan secara swadaya oleh 138 KK krama Batubelig. Tidak ada pungutan dari pihak luar atau investor. Selain itu, total dana untuk melaksanakan upacara ini mencapai lebih dari Rp200 juta," ungkapnya.

Ia berharap, ke depannya pemerintah melalui Dinas Kebudayaan Badung dapat memberikan dukungan dana agar tradisi ini bisa terus dilestarikan. Pihaknya juga mengusulkan agar tradisi caru godel bajang ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). 

“Ini penting agar generasi penerus khususnya Banjar Batubelig dan Banjar Batu Belig Kangin tidak melupakan warisan nenek moyang, sehingga tradisi ini bisa berlanjut secara berkesinambungan,” (*). 

0Komentar

Special Ads
Special Ads
Special Ads