INFODEWATANEWS.COM, Denpasar – Suara gemuruh gamelan menggema di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, pada Jumat (27/6/2025). Malam itu, Sekaa Balaganjur Cerik Mangan Gigis dari Banjar Kelodan, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung tampil memukau mewakili daerahnya dalam Wimbakara (Lomba) Baleganjur Remaja di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025.
Dengan penampilan yang penuh energi dan kekompakan, sekaa muda ini mengusung garapan bertajuk “Tadah Uwuk”, karya yang sarat nilai filosofi dan makna spiritual. Judul ini diambil dari dua kata bermakna dalam bahasa Bali — “Tadah” berarti menampung, menerima, atau melebur sesuatu; sementara “Uwuk” berarti kotoran, cairan, atau segala hal yang dianggap najis dan negatif.
Secara konseptual, “Tadah Uwuk” menggambarkan proses penyucian diri dari segala bentuk kekotoran lahir dan batin. Inspirasi garapan ini bersumber dari Pura Tirta Pesiraman yang terletak di Desa Adat Uma Anyar, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Pura tersebut dikenal sebagai tempat penglukatan, di mana umat memohon kesucian dan keseimbangan rohani melalui air suci.
Makna spiritual inilah yang diterjemahkan para penabuh muda Cerik Mangan Gigis ke dalam bentuk tabuh Baleganjur — harmoni bunyi logam yang berpadu dengan dentuman kendang, ceng-ceng, dan gong yang berlapis-lapis. Setiap nada terasa bertenaga, namun di balik kekuatan itu mengalir suasana religius, menghadirkan getaran magis yang menyentuh kalbu.
Sejak awal penampilan, nuansa sakral langsung terasa. Barisan penabuh tampil dengan busana adat seragam, menonjolkan warna keemasan yang berpadu dengan kain poleng — simbol keseimbangan antara unsur baik dan buruk. Gerakan mereka serentak, penuh disiplin dan percaya diri. Alunan gamelan berkembang dari nada-nada lembut menuju ledakan ritme cepat yang menggambarkan proses pelepasan unsur negatif, lalu perlahan menurun kembali menuju harmoni ketenangan.
Di tengah sorotan lampu panggung, komposisi “Tadah Uwuk” menjadi perjalanan musikal yang tak sekadar menghibur, melainkan juga membangkitkan kesadaran spiritual. Penonton dibuat larut dalam dinamika irama yang mengalun dari keras ke lembut, seolah menuntun batin untuk kembali suci.
Selain kekuatan musikal, penataan visual juga menjadi daya tarik utama. Formasi penabuh yang berganti secara ritmis menambah dimensi dramatik, sementara ekspresi wajah yang tegas dan penuh keyakinan mempertegas makna simbolis penyucian diri. Semua unsur tersebut berpadu menjadi satu kesatuan estetika yang matang, menampilkan profesionalitas dan semangat juang para remaja Nyalian.
Ribuan penonton memenuhi Kalangan Ardha Candra, menyaksikan dengan antusias penampilan yang berlangsung sekitar dua puluh menit itu. Setiap transisi ritme disambut dengan tepuk tangan meriah. Karya ini menjadi bukti bahwa generasi muda Klungkung mampu menghadirkan inovasi dalam koridor tradisi, menjaga ruh kebudayaan Bali tanpa kehilangan kreativitasnya.
Kehadiran sejumlah tokoh penting seperti Gubernur Bali I Wayan Koster, Kadis Kebudayaan Kabupaten Klungkung Ketut Suadnyana, dan anggota DPRD Klungkung Dapil Banjarangkan I Wayan Widiana menambah semarak suasana. Mereka hadir bersama masyarakat pecinta seni yang datang dari berbagai daerah, ikut merasakan keagungan pesan moral yang diusung garapan ini.
Lebih dari sekadar pertunjukan, penampilan Sekaa Balaganjur Cerik Mangan Gigis adalah wujud nyata semangat pelestarian seni tradisional di kalangan remaja. Karya “Tadah Uwuk” mengajarkan pentingnya keseimbangan antara kesenian dan spiritualitas, antara inovasi dan kearifan lokal.
Dalam konteks budaya Bali yang kental dengan nilai kesucian, garapan ini menjadi refleksi bahwa seni bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga media pembersihan batin dan penguatan identitas diri. Setiap dentuman gamelan menjadi doa yang mengalun, setiap hentakan menjadi simbol perjalanan menuju kesadaran rohani.
Menutup penampilannya, sorak penonton membahana, memberikan penghormatan kepada generasi muda yang berhasil menjaga nyala api tradisi. “Tadah Uwuk” pun bukan sekadar tabuh, melainkan mantra musikal yang menyuarakan pesan luhur: bahwa kebersihan sejati berawal dari jiwa yang ikhlas dan hati yang suci.
Dengan tampil memukau di panggung Ardha Candra, Sekaa Balaganjur Cerik Mangan Gigis telah menorehkan jejak berharga dalam perjalanan seni Klungkung di Pesta Kesenian Bali 2025 — sebuah persembahan dari remaja untuk tanah kelahiran dan warisan budaya leluhur. (am / InfoDewataNews)

0Komentar