TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark

Upacara Mekotek Tradisi yang Sarat Makna dan Spiritualitas

👤 Ngurah Ambara | InfoDewataNews    🕒 Senin, Juni 09, 2025
Gambar Utama

Mekotek tradisi tolak bala Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, kabupaten Badung. (ist) 




INFODEWATANEWS.COM, Badung – Bali dikenal bukan hanya karena keindahan pantai dan alamnya, tetapi juga karena kekayaan budayanya yang terus hidup hingga saat ini. Salah satu tradisi sakral yang masih lestari adalah Mekotek, sebuah upacara tolak bala dari Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tradisi ini digelar setiap 210 hari sekali atau enam bulan menurut perhitungan kalender Bali, tepatnya pada hari Sabtu Kliwon Kuningan, yang bertepatan dengan Hari Raya Kuningan atau sehari setelah Hari Raya Galungan.

Masyarakat Bali, khususnya warga Desa Munggu, percaya bahwa pelaksanaan Mekotek adalah bentuk permohonan keselamatan sekaligus ungkapan syukur atas berkah hasil pertanian dan kehidupan yang harmonis. Tradisi ini juga dikenal dengan istilah ngerebek dan diwariskan secara turun-temurun dari leluhur hingga sekarang.

Sejarah dan Perubahan Tradisi Mekotek

Pada masa lampau, tradisi Mekotek menggunakan tombak dari besi. Tombak ini bukan hanya simbol semangat juang, melainkan juga mencerminkan kesiapan masyarakat untuk menghadapi peperangan. Namun, karena penggunaan tombak besi sering kali menimbulkan korban luka, seiring berjalannya waktu masyarakat Desa Munggu menggantinya dengan tongkat kayu pulet yang telah dikupas kulitnya. Panjang tongkat tersebut berkisar antara 2 hingga 3,5 meter.

Tongkat kayu pulet dipilih karena selain kuat, juga aman digunakan dalam upacara. Dengan perubahan ini, Mekotek tetap bisa dijalankan tanpa mengurangi nilai sakral maupun makna filosofisnya.

Prosesi Pelaksanaan Mekotek

Ritual Mekotek diawali dengan persembahyangan di Pura Dalem Munggu. Para peserta yang terdiri dari warga desa, mulai dari usia 12 hingga 60 tahun, akan mengenakan pakaian adat khas berupa kancut dan udeng batik. Usai sembahyang, mereka akan berjalan beriringan menuju sumber mata air di Kampung Munggu, sambil membawa tongkat kayu masing-masing.

Tradisi ini biasanya diikuti oleh sekitar 2.000 peserta dari 15 banjar di Desa Munggu. Mereka dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, masing-masing terdiri dari sekitar 50 orang. Setelah tiba di lokasi, setiap kelompok kemudian mulai menyusun tongkat kayu dengan cara ditumpuk dan disatukan hingga membentuk kerucut atau piramida.

Di sinilah momen paling menarik sekaligus menegangkan dari Mekotek. Beberapa peserta yang berani akan naik ke puncak tumpukan tongkat kayu tersebut. Orang yang berada di puncak biasanya bertindak sebagai komando, memberi aba-aba sekaligus membangkitkan semangat kelompoknya. Komando itu juga yang memutuskan kapan kelompoknya akan menabrakkan susunan tongkat mereka ke kelompok lawan.

Simbol dan Makna Filosofis

Bagi masyarakat Bali, Mekotek bukanlah sekadar tontonan atau permainan adu kekuatan. Tradisi ini memiliki makna spiritual yang dalam. Tongkat kayu yang saling bertabrakan melambangkan semangat persatuan dan kekuatan kolektif warga desa dalam menghadapi segala tantangan hidup.

Naiknya seorang peserta ke puncak piramida tongkat juga melambangkan kepemimpinan, keberanian, serta tanggung jawab untuk melindungi kelompoknya. Sementara tabrakan antar-kelompok mencerminkan dinamika kehidupan: ada kompetisi, ada benturan, namun tetap harus dijalani dengan penuh semangat dan kebersamaan.

Selain itu, Mekotek dipercaya sebagai upacara tolak bala. Dengan melaksanakan ritual ini secara turun-temurun, masyarakat berharap terhindar dari malapetaka, wabah penyakit, maupun musibah lainnya, sekaligus diberikan keselamatan dan kesejahteraan.

Suasana Meriah dan Penuh Energi

Saat prosesi Mekotek berlangsung, suasana desa dipenuhi dengan sorak-sorai peserta dan penonton. Tradisi ini tidak hanya menjadi milik warga Munggu, tetapi juga menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Iringan gamelan khas Bali membuat suasana semakin semarak, menambah energi dan semangat bagi para peserta yang tengah beradu tongkat.

Bagi wisatawan, menyaksikan Mekotek menjadi pengalaman budaya yang unik dan otentik, berbeda dengan atraksi wisata lainnya di Bali. Tradisi ini juga menjadi salah satu warisan budaya tak benda yang memperkaya identitas masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Badung.

Pelestarian Mekotek di Era Modern

Di tengah perkembangan zaman, upacara adat Mekotek tetap dijaga kelestariannya. Pemerintah daerah bersama masyarakat setempat terus berupaya memastikan tradisi ini tetap berlangsung tanpa kehilangan makna aslinya. Generasi muda Desa Munggu juga aktif dilibatkan agar mereka memahami nilai budaya yang diwariskan leluhur.

Dengan begitu, Mekotek tidak hanya berfungsi sebagai ritual keagamaan, tetapi juga sebagai daya tarik budaya yang berpotensi memperkuat sektor pariwisata Bali.


Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Badung, adalah bukti nyata bahwa masyarakat Bali sangat menghargai warisan leluhur dan menjaganya tetap hidup di tengah arus modernisasi. Lebih dari sekadar atraksi budaya, Mekotek adalah simbol persatuan, keberanian, dan doa keselamatan.

Keunikan inilah yang membuat Mekotek tidak hanya penting bagi masyarakat Munggu, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya Bali yang patut dijaga dan diwariskan untuk generasi mendatang.

📝 Punulis Ngurah Ambara 

0Komentar

Copyright© - INFODEWATANEWS.COM . Develop by Komunitas Ngranjing.
Tentang Kami | Perjalanan Kami | Makna Logo | Privasi | Syarat dan Ketentuan | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Redaksi | Kontak Kami