TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark

Tradisi Mekare-kare di Tenganan, Perang Pandan Sakral Penuh Filosofi

👤 Ngurah Ambara | InfoDewataNews    ðŸ•’ Minggu, Juni 01, 2025
Gambar Utama

Mekare-Kare/Perang Pandan : Suasana seru Mekare-kare, warga bertarung menggunakan daun pandan berduri dengan tameng rotan. Foto: Fb/ Balinature



INFODEWATANEWS.COM, Karangasem – Mekare-kare atau yang lebih populer dengan sebutan Perang Pandan menjadi salah satu tradisi unik yang hanya bisa ditemukan di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Tradisi sakral ini merupakan rangkaian dari Usaba Sambah, upacara adat yang rutin digelar setiap tahun pada sasih kalima atau bulan kelima dalam penanggalan khusus Desa Tenganan.

Usaba Sambah berlangsung selama satu bulan penuh dengan berbagai rangkaian kegiatan adat. Puncak acaranya adalah Mekare-kare yang biasanya digelar selama dua hari berturut-turut. Hari pertama dilakukan di Petemu Kaja, sedangkan hari kedua dilaksanakan di depan Bale Agung desa setempat. Prosesi ini selalu berhasil menarik perhatian masyarakat, wisatawan lokal, hingga turis mancanegara.

Persembahan untuk Dewa Indra

Tradisi Mekare-kare diyakini sebagai bentuk penghormatan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra, yang dipercaya sebagai Dewa Perang sekaligus dewa tertinggi. Kepercayaan masyarakat Tenganan berbeda dengan desa Bali pada umumnya karena tidak mengenal adanya sistem kasta. Bagi mereka, Dewa Indra dipandang sebagai pelindung utama dan simbol keadilan.

Prosesi Mekare-kare digelar di halaman balai desa dan biasanya dimulai pukul dua siang. Seluruh peserta mengenakan busana adat khas Tenganan berupa kain tenun Pegringsingan. Para laki-laki tampil dengan sarung (kamen), selendang (saput), dan ikat kepala (udeng) tanpa mengenakan baju, hanya bertelanjang dada sebagai simbol keberanian.

Iringan Gamelan Sakral

Kemeriahan Mekare-kare semakin terasa dengan iringan gamelan serundeng. Alat musik tradisional ini memiliki nilai sakral tinggi karena diyakini tidak boleh menyentuh tanah dan hanya boleh dimainkan oleh orang-orang tertentu yang dianggap suci. Suara gamelan serundeng menciptakan suasana magis sekaligus mendebarkan bagi penonton maupun peserta yang bersiap bertarung.

Daun Pandan Berduri sebagai Senjata

Keunikan tradisi ini terletak pada senjata yang digunakan. Alih-alih menggunakan pedang atau tombak, para peserta memakai ikatan daun pandan berduri sebagai simbol gada. Daun pandan berduri dipotong dengan ukuran yang sama, kemudian diikat dan digunakan untuk menyerang lawan. Sebagai tameng, digunakan perisai bulat berbahan rotan.

Dua peserta akan saling berhadapan, menyerang dan bertahan dengan penuh semangat. Seorang wasit ditunjuk untuk memastikan jalannya ritual. Hampir semua peserta akan mengalami luka goresan di tubuh akibat duri pandan, namun masyarakat telah menyiapkan ramuan tradisional dari kunyit, lengkuas, dan minyak kelapa untuk menyembuhkan luka tersebut.

Daya Tarik Wisata Budaya

Mekare-kare bukan sekadar ritual sakral, melainkan juga menjadi daya tarik wisata budaya Bali. Banyak wisatawan datang khusus ke Desa Tenganan setiap bulan Juni hanya untuk menyaksikan tradisi ini. Penonton tidak dikenakan biaya masuk, sehingga mereka dapat menikmati prosesi adat secara langsung dari dekat.

Keunikan lainnya, peserta Mekare-kare berasal dari berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, tidak sedikit masyarakat dari luar Desa Tenganan atau wisatawan yang ikut serta sebagai peserta. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi tersebut mampu menjadi perekat sosial sekaligus wadah bagi siapa saja yang ingin merasakan pengalaman budaya Bali yang otentik.

Warisan Budaya yang Dilestarikan

Menurut informasi yang dikutip dari website Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karangasem, tradisi Mekare-kare memiliki nilai historis yang erat dengan identitas masyarakat Bali Aga di Desa Tenganan. Keaslian kain tenun Pegringsingan yang dikenakan, musik gamelan serundeng, serta bentuk penghormatan kepada Dewa Indra menjadi bukti bahwa kearifan lokal terus dijaga hingga kini.

Tradisi ini juga memperlihatkan filosofi mendalam tentang keberanian, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur. Bagi masyarakat Tenganan, luka goresan akibat duri pandan bukanlah penderitaan, melainkan simbol pengorbanan dan keteguhan hati dalam menjaga adat.


Mekare-kare atau Perang Pandan kini telah dikenal luas, tidak hanya di Bali, tetapi juga di dunia internasional. Setiap tahun, ribuan wisatawan datang untuk menyaksikan bagaimana masyarakat Tenganan mempertahankan tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Selain menjadi atraksi wisata budaya, Mekare-kare sekaligus menjadi cermin kuatnya identitas Bali Aga yang terus hidup di tengah modernisasi. Tradisi ini tidak sekadar pertunjukan, melainkan warisan sakral yang meneguhkan jati diri Desa Tenganan sebagai salah satu pusat budaya kuno di Pulau Dewata.


0Komentar

Copyright© - INFODEWATANEWS.COM . Develop by Komunitas Ngranjing.
Tentang Kami | Perjalanan Kami | Makna Logo | Privasi | Syarat dan Ketentuan | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Redaksi | Kontak Kami