INFODEWATANEWS.COM, DENPASAR – Umat Hindu di Bali setiap enam bulan sekali merayakan Hari Raya Saraswati, sebuah hari suci untuk memuja Dewi Saraswati sebagai simbol ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan kesucian. Perayaan ini jatuh pada Saniscara Umanis Wuku Watugunung, yaitu setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan kalender Bali.
Hari Raya Saraswati bukan hanya sebuah tradisi turun-temurun, melainkan juga momen refleksi bagi umat manusia akan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai penerang kehidupan. Melalui perayaan ini, masyarakat Hindu mengungkapkan rasa syukur atas anugerah ilmu yang diyakini datang dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Makna Filosofis Saraswati
Kata Saraswati berasal dari bahasa Sanskerta, “saras” yang berarti mengalir, dan “wati” yang berarti memiliki. Saraswati dimaknai sebagai sesuatu yang mengalir tanpa henti, seperti ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan memberi kehidupan.
Dalam ikonografinya, Dewi Saraswati digambarkan duduk di atas padma (teratai) sambil memegang kitab suci Weda, alat musik vina, tasbih, dan kendi berisi air suci. Semua simbol ini sarat makna: kitab suci melambangkan ilmu pengetahuan, vina melambangkan seni dan harmoni, tasbih melambangkan spiritualitas, sedangkan kendi berisi air suci adalah simbol kesucian pikiran.
Tradisi Perayaan Saraswati di Bali
Sejak pagi hari, umat Hindu melakukan persembahyangan di rumah, pura, sekolah, hingga kampus. Banten Saraswati atau sesajen khusus dipersembahkan di pelinggih, meja belajar, perpustakaan, hingga kantor, sebagai wujud penghormatan terhadap ilmu pengetahuan.
Buku, lontar, alat tulis, hingga komputer diberi persembahan berupa canang sari. Menariknya, pada hari ini umat Hindu dianjurkan untuk tidak membaca atau menulis, melainkan merenungkan serta menghormati ilmu itu sendiri.
Di sekolah dan perguruan tinggi, upacara bersama sering dilaksanakan. Guru, dosen, dan siswa berkumpul melakukan sembahyang bersama, membaca sloka, atau melantunkan kidung Saraswati. Hal ini mempertegas bahwa pendidikan di Bali tidak hanya menekankan aspek akademis, tetapi juga spiritual dan etika.
Banyupinaruh: Penyucian Diri
Keesokan harinya, umat Hindu melaksanakan Banyupinaruh, sebuah tradisi mandi dan menyucikan diri di pantai, sungai, atau sumber mata air sejak dini hari. Kata “Banyu” berarti air, dan “Pinaruh” berasal dari “Wruh” yang berarti pengetahuan.
Melalui tradisi ini, umat Hindu diminta untuk membersihkan diri secara lahir dan batin, agar pikiran jernih dan hati suci dalam menerima ilmu pengetahuan. Filosofinya sederhana namun mendalam: ilmu hanya akan bermanfaat jika diiringi kesadaran, kebijaksanaan, dan hati yang bersih.
Nilai Pendidikan dan Kehidupan
Hari Raya Saraswati mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan adalah cahaya yang menuntun manusia dari kegelapan menuju terang. Namun ilmu tidak boleh digunakan untuk kesombongan atau merugikan orang lain, melainkan harus menjadi sarana untuk menciptakan keharmonisan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama.
Bagi generasi muda, Saraswati menjadi momentum penting untuk merenungkan kembali tujuan belajar. Pendidikan tidak semata-mata mengejar nilai atau prestasi duniawi, tetapi juga untuk membangun karakter, moral, dan spiritualitas.
Para tokoh Hindu di Bali sering mengingatkan, tanpa ilmu pengetahuan hidup akan berada dalam kegelapan, namun tanpa kebijaksanaan ilmu bisa disalahgunakan. Karena itu, Hari Saraswati menekankan keseimbangan antara pengetahuan, spiritualitas, dan etika.
Hari Raya Saraswati menjadi pengingat bagi umat Hindu di Bali dan seluruh dunia bahwa ilmu pengetahuan adalah anugerah suci dari Tuhan. Melalui penghormatan terhadap Dewi Saraswati, umat diingatkan agar selalu bijak menggunakan ilmu demi kebaikan, bukan sekadar untuk kepentingan pribadi.
Dengan semangat Saraswati, generasi kini dan mendatang diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara kecerdasan intelektual, spiritual, dan moral, sehingga ilmu benar-benar menjadi penerang kehidupan.

0Komentar