![]() |
| Ilustrasi I Gede Mecaling, raja sakti Nusa Penida, berdiri gagah di depan Pura Dalem Ped dengan aura mistis dan cahaya spiritual yang menyelubungi tubuhnya. Visual AI Ambara / InfoDewataNews. |
INFODEWATANEWS.COM — Menurut keyakinan umat Hindu Bali, Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling adalah sosok yang sangat dihormati dan diyakini berstana di Pura Dalem Ped, Nusa Penida. Beliau dikenal sebagai penjaga keseimbangan antara sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasat mata), serta pelindung umat dari berbagai gangguan yang mengusik keharmonisan alam.
Kisah beliau bukan sekadar legenda, tetapi cerminan ajaran luhur tentang laku spiritual, ketulusan, dan kekuatan sejati yang bersumber dari keseimbangan diri.
Asal-usul dari Garis Keturunan Dukuh Jumpungan
Pada masa lampau, hiduplah seorang pangeran bernama Jumpungan yang menetap di Gunung Kila. Memilih jalan spiritual sebagai pendeta, beliau kemudian dikenal dengan sebutan Dukuh Jumpungan. Selain dikenal sakti, Dukuh Jumpungan juga mahir membuat perahu dan dipercaya membuka loloan di Nusa Penida dan Nusa Ceningan, dua wilayah yang kelak menjadi bagian dari kisah turun-temurun para keturunannya.
Dukuh Jumpungan menikah dengan Ni Puri, dan dari pernikahan itu lahir seorang putra bernama Merja. Pangeran Merja kemudian menikah dengan Ni Luna dan dikaruniai dua anak, Undur dan Dyah Ranggini.
Pangeran Undur memperistri Ni Lumi, sedangkan Dyah Ranggini menjadi permaisuri Dalem Sawang. Dari pasangan Undur dan Ni Lumi, lahirlah seorang putra yang kelak dikenal dengan nama I Renggan.
Dari I Renggan Lahir Sang Raja Sakti Nusa Penida
Pangeran Renggan menikah dengan Ni Merahim, dan dikaruniai dua anak, I Gede Mecaling dan Ni Tole. Putri mereka, Ni Tole, menjadi permaisuri Dalem Sawang, sedangkan I Gede Mecaling menikah dengan Ratu Ayu Mas Lebur Jagad, yang juga dikenal sebagai Sang Ayu Mas Rajeg Bumi.
Setelah Dalem Sawang gugur dalam peperangan melawan Dalem Dukut, I Gede Mecaling diangkat menjadi raja. Beliau bukan hanya seorang penguasa duniawi, melainkan sosok yang tekun menempuh jalan spiritual. Di Ped, beliau melakukan tapa brata yoga semadhi, memuja Ida Bhatara Ciwa dengan penuh kesungguhan dan pengabdian.
Anugerah Kanda Sanga dan Guncangan Jagat
Pemujaan yang tulus itu menggetarkan Swarga Loka, hingga Ida Bhatara Ciwa berkenan turun ke dunia untuk menganugerahkan Kanda Sanga, kesaktian agung yang meliputi kekuatan sembilan penjuru alam.
Setelah menerima anugerah tersebut, wujud Ratu I Gede Mecaling berubah dengan sangat luar biasa. Badannya menjelma besar dan berwibawa, wajahnya memancarkan aura dahsyat dengan dua taring panjang sebagai lambang kekuatan niskala.
Ketika beliau bersuara, gema suaranya menggetarkan jagat raya, mengguncang bumi dan langit. Penampakan beliau yang begitu agung membuat dunia gempar dan penuh takjub, hingga para makhluk di tiga alam merasakan getaran kewibawaannya.
Bahkan para dewa di kahyangan merasa gentar dan khawatir, sebab tak seorang pun mampu menandingi kesaktian dan kekuatan niskala beliau.
Pertarungan Dewa Indra dan I Gede Mecaling
Melihat kekuatan luar biasa yang mengguncang semesta, para dewa bermusyawarah di Swarga Loka. Akhirnya, Dewa Indra ditugaskan untuk turun ke bumi dan menenangkan keadaan.
Terjadilah pertarungan dahsyat antara Dewa Indra dan I Gede Mecaling pertempuran yang mengguncang bumi dan langit, disertai petir dan kilatan cahaya di angkasa. Selama perang itu, Dewa Indra menyadari bahwa sumber kekuatan I Gede Mecaling berada pada taring panjangnya.
Dengan kebijaksanaan dan kesaktian yang dimilikinya, Dewa Indra akhirnya berhasil memotong taring tersebut, membuat bumi kembali tenang dan jagat raya pulih dalam keseimbangannya.
Sejak saat itu, Pangeran I Gede Mecaling kembali melakukan tapa brata yoga semadhi. Kali ini, beliau memusatkan pemujaannya kepada Ida Bhatara Rudra, sebagai wujud bhakti dan penyerahan diri yang tulus kepada kekuatan semesta.
Anugerah Panca Taksu dan Panjak Ida
Atas ketekunan semadhinya, beliau kemudian memuja Ida Bhatara Rudra, yang dengan penuh kasih menganugerahkan Panca Taksu, sebagai lambang kesempurnaan daya spiritual dan kewibawaan niskala. Kelima taksu tersebut adalah:
- Taksu Balian
- Taksu Penolak Grubug
- Taksu Kemeranan
- Taksu Kesaktian
- Taksu Penggeger
Dengan anugerah tersebut, Pangeran I Gede Mecaling memimpin wong samar dan babhutan-babhutan yang menjaga keseimbangan di bumi. Panjak Ida terdiri atas:
- Sang Bhuta Asu
- Sang Bhuta Narijana
- Sang Bhuta Keli
- Sang Bhuta Bregala
- Sang Bhuta Sungsang
- Sang Bhuta Terakas
- Sang Bhuta Pelor
- Sang Bhuta Landrang
- Sang Bhuta Kiram
- Sang Bhuta Rangsam
- Sang Bhuta Tiyaksa
- Sang Bhuta Suwanda
- Sang Bhuta Kerandah
- Sang Bhuta Wewerung
- Sang Bhuta Bebahung
Mereka bertugas menjaga keseimbangan jagat dan menjadi bagian dari wewenang Ida Ratu Gede Mecaling sebagai penguasa niskala.
Penguasa Samudra dan Alam Niskala
Sebagai pengabdi setia Ida Bhatari Durga Dewi, beliau dianugerahi tugas untuk menjaga keseimbangan antara hidup dan kematian, serta menjadi penguasa samudra, sehingga dikenal pula dengan gelar Ida Ratu Gede Samudra.
Ida Bhatari Durga memberi gelar Papak Poleng kepada beliau sebagai simbol keseimbangan antara rwa bhineda — terang dan gelap, baik dan buruk — sedangkan permaisurinya, Sang Ayu Mas Rajeg Bumi, dianugerahi gelar Papak Selem sebagai penjaga kesucian bhuwana.
Pada akhirnya, Ida Ratu Gede Mecaling moksa di Ped, sementara permaisurinya moksa di Bias Muntig. Kini, keduanya dipuja sebagai penguasa niskala Nusa Penida, pelindung umat, dan penjaga keharmonisan semesta.
Simbol Keseimbangan dan Kesadaran Spiritual
Kisah Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling bukan hanya tentang kesaktian atau peperangan antara dewa dan manusia, melainkan ajaran luhur tentang keseimbangan, pengendalian diri, dan kesadaran spiritual.
Beliau menjadi simbol bahwa kekuatan sejati bukan berasal dari amarah, tetapi dari ketundukan kepada keseimbangan semesta. Hingga kini, umat Hindu di Bali dan Nusa Penida tetap memuliakan beliau melalui piodalan di Pura Dalem Ped, sebagai wujud bhakti dan pengingat bahwa keseimbangan antara manusia, alam, dan niskala adalah inti dari kehidupan.
Penulis: Ngurah Ambara
Editor: Redaksi InfoDewataNews

0Komentar