Sebuah terobosan signifikan dalam teknologi energi telah dicapai oleh para ilmuwan di Tiongkok. Proyek "matahari buatan" mereka, yang secara resmi dikenal sebagai Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST), berhasil mencatatkan rekor dunia baru dengan mempertahankan suhu 120 juta derajat Celsius selama 166 detik. Suhu ini tujuh kali lebih panas dari inti matahari yang sebenarnya.
Proyek ambisius ini memanfaatkan prinsip fusi nuklir, proses yang sama yang memberi tenaga pada matahari [00:36]. Berbeda dengan reaktor nuklir konvensional yang menggunakan fisi nuklir (pemecahan atom), fusi nuklir menggabungkan dua inti hidrogen untuk menghasilkan energi yang jauh lebih besar dan lebih bersih.
Pemerintah Tiongkok menargetkan pengembangan penuh proyek ini pada tahun 2035, dengan kapasitas puncak output daya mencapai 2 GW, cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik jutaan rumah. Lebih lanjut, mereka berencana untuk penggunaan komersial pada tahun 2050, yang berpotensi menggantikan bahan bakar fosil dan memposisikan Tiongkok sebagai pemimpin global dalam energi bersih.
Salah satu keunggulan utama fusi nuklir adalah aspek keamanannya. Proses ini tidak melibatkan reaksi berantai yang dapat lepas kendali seperti pada fisi nuklir. Jika terjadi gangguan, reaksi fusi akan berhenti dengan sendirinya. Bahan bakarnya, deuterium dan tritium, tidak dapat mempertahankan reaksi tanpa kondisi ekstrem tertentu, sehingga risiko ledakan atau kebocoran radiasi massal dapat dihindari.
Dari sisi lingkungan, energi fusi tidak menghasilkan emisi karbon dioksida atau polutan berbahaya lainnya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim dan polusi udara. Bahan bakar utama untuk fusi, deuterium, dapat diekstraksi dari air laut, menjadikannya sumber energi yang hampir tak terbatas. Bahkan, energi yang dihasilkan dari segelas air laut melalui fusi setara dengan ratusan liter bensin. Produk sampingan dari reaksi fusi adalah helium, gas yang tidak beracun.
Keberhasilan teknologi fusi juga diharapkan dapat mengurangi konflik geopolitik terkait perebutan sumber daya fosil, karena setiap negara memiliki akses ke air laut. Selain itu, energi fusi berpotensi menyediakan listrik yang lebih murah dan melimpah, yang akan menguntungkan berbagai sektor industri dan menjangkau daerah-daerah terpencil.
Meskipun demikian, menciptakan matahari buatan di Bumi bukanlah tanpa tantangan. Teknologi ini memerlukan suhu yang sangat tinggi dan kemampuan untuk mengurung plasma super panas menggunakan medan magnet yang kuat. Pengembangan sistem yang kompleks, material superkonduktor, serta pendanaan besar dan penelitian jangka panjang menjadi kunci keberhasilan.
Video tersebut juga menyoroti bahwa bagi negara-negara seperti Indonesia, realisasi potensi energi fusi masih terasa jauh akibat isu sistemik yang menghambat riset dan pengembangan teknologi energi bersih. Fokus pada pembangunan budaya ilmiah dan ekosistem riset menjadi krusial.
Terlepas dari berbagai tantangan, eksperimen yang terus berlangsung di berbagai belahan dunia, termasuk proyek EAST di Tiongkok, menjadi landasan penting bagi masa depan energi yang lebih bersih, stabil, dan berkelanjutan.
0Komentar