![]() |
Bale Kambang (Taman Gili) di Kerta Gosa, Klungkung foto kemdikbud |
Kompleks Kerta Gosa kini masih menyimpan tiga peninggalan utama Keraton Semarapura, yaitu Bale Kerta Gosa, Bale Kambang dengan kolam Taman Gili, serta Gapura Keraton. Di bagian barat juga berdiri Museum Semarapura bergaya arsitektur Balisering, yang dulunya merupakan sekolah Belanda.
Makna Nama dan Sejarah Awal
Bangunan Kerta Gosa pertama kali berdiri sekitar tahun 1700 Masehi. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya angka tahun Çandra Çangkala yang terpahat di atas pintu masuk. Angka tersebut merujuk pada tahun 1661 Saka atau 1700 M, bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Dewa Agung Jambe. Konon, nama Kerta Gosa diberikan oleh beliau.
Secara etimologis, Kerta Gosa berasal dari bahasa Sanskerta. Kerta berarti baik, tenteram, bahagia, dan sejahtera, sedangkan Gosa berasal dari kata Gosita yang berarti dipanggil atau diumumkan. Dengan demikian, Kerta Gosa memiliki arti sebagai tempat untuk mengumumkan hal-hal baik demi ketentraman dan kesejahteraan.
Pada masa kerajaan, bangunan ini difungsikan sebagai tempat raja bermusyawarah mengenai keamanan, kesejahteraan, hingga urusan peradilan. Fungsi tersebut berlanjut hingga era kolonial, menjadikan Kerta Gosa sebagai saksi perjalanan sistem hukum yang memadukan adat lokal dengan aturan kolonial.
Arsitektur dan Keindahan Lukisan Kamasan
Bangunan Kerta Gosa dan Taman Gili terdiri atas dua lantai dengan atap ijuk, dinding batu padas, serta relief dan patung yang menghiasi setiap sudut. Namun daya tarik utama ada pada lukisan wayang Kamasan yang memenuhi langit-langit bangunan.
Lukisan gaya klasik Kamasan ini bukan hanya indah secara estetika, tetapi juga menyimpan ajaran moral. Setiap panel lukisan bercerita tentang kisah-kisah dari epos Hindu maupun cerita rakyat Bali.
Seperti dikutip dari laman Kemdikbud, kisah-kisah yang tergambar di lukisan Kamasan di Kerta Gosa meliputi Sutasoma, Pan Brayut, Palalintangan, Ni Dyah Tantri, Bima Swarga, dan Pelelindon. Setiap kisah memiliki pesan moral tersendiri
![]() |
Salah Satu Lukisan Wayang di Kerta Gosa, Klungkung Foto kemdikbud |
Arsitektur dan Keindahan Lukisan Kamasan
Daya tarik utama Kerta Gosa terletak pada lukisan wayang Kamasan yang menghiasi langit-langit bangunan. Lukisan bergaya klasik ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga penuh makna filosofis. Setiap panel menghadirkan kisah yang sarat pesan moral dan spiritual.
Sutasoma
Kisah ini menggambarkan perjalanan seorang tokoh bernama Sutasoma yang harus melewati berbagai rintangan, godaan, hingga ujian berat dalam perjalanan spiritualnya. Namun dengan keteguhan hati, kebijaksanaan, dan kekuatan batin, Sutasoma berhasil mengatasi segalanya. Kisah ini mengajarkan bahwa kebajikan, welas asih, dan kesabaran adalah kunci untuk mencapai kemenangan sejati, bukan melalui kekerasan.
Pan Brayut
Cerita Pan Brayut menceritakan kehidupan seorang ayah bersama istrinya yang dikaruniai 18 orang anak. Lukisan ini sarat humor sekaligus menyentuh, karena menggambarkan kerepotan sekaligus kebahagiaan dalam mengurus keluarga besar. Pesan moral yang tersirat adalah tentang tanggung jawab, kerja keras, dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya, seberat apa pun beban yang harus ditanggung.
Lukisan Palalintangan berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat Bali terhadap pengaruh bintang dan peredaran waktu. Kisah ini menggambarkan bagaimana setiap manusia dipercaya memiliki watak, rezeki, dan perjalanan hidup yang dipengaruhi oleh posisi bintang saat kelahiran. Panel ini berfungsi sebagai pengingat akan keterhubungan antara kosmos dan kehidupan manusia, sekaligus pedoman untuk lebih bijak dalam menjalani hidup.
Lukisan Pelelindon menghadirkan beragam peristiwa kosmis yang penuh simbolisme. Kisah ini tidak sekadar menceritakan fenomena alam, tetapi juga menggambarkan siklus kehidupan, hubungan manusia dengan alam semesta, dan keseimbangan kosmik. Panel ini mengingatkan bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari jagat raya yang luas, sehingga wajib menjaga harmoni dengan alam dan sesama.
Jejak Peradilan di Masa Lalu
Fungsi utama Kerta Gosa sebagai tempat sidang terbuka menjadikannya simbol keterbukaan hukum di masa lalu. Menariknya, meski pada masa kolonial Belanda peradilan sudah berada di bawah kendali pemerintah kolonial, tata cara sidang di Kerta Gosa masih mempertahankan adat lokal. Para pejabat adat tetap hadir dalam proses persidangan, mencerminkan perpaduan antara sistem hukum modern dan tradisional.
Dengan demikian, Kerta Gosa tidak hanya sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga menjadi simbol kearifan lokal Bali dalam menjaga nilai keadilan, keterbukaan, dan musyawarah.
Konservasi dan Status Cagar Budaya
Lukisan-lukisan di Kerta Gosa telah mengalami beberapa kali restorasi, pertama kali pada tahun 1930 oleh seniman Kamasan. Kala itu, lukisan asli yang berbahan kain dan parba diganti menggunakan media eternity agar lebih tahan lama, tanpa mengubah gaya aslinya. Restorasi terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Kini, kompleks Kerta Gosa telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan menjadi salah satu ikon wisata sejarah dan budaya di Klungkung. Upaya konservasi terus dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah, agar bangunan dan seni lukisnya tetap lestari.
Warisan yang Hidup
Kerta Gosa bukan sekadar bangunan kuno, melainkan warisan budaya yang hidup. Dari sini kita belajar tentang sistem hukum di masa lalu, nilai-nilai moral melalui seni lukis, serta keindahan arsitektur klasik Bali. Tidak heran bila Kerta Gosa selalu menjadi destinasi wajib bagi wisatawan yang ingin mengenal Bali lebih dalam, bukan hanya dari sisi alam, tetapi juga sejarah dan budayanya.
Dengan keberadaan Kerta Gosa, Klungkung semakin dikenal sebagai pusat kebudayaan yang menjaga warisan leluhur, sekaligus membuka ruang bagi generasi kini untuk belajar dari masa lalu.
0Komentar