![]() |
| Pemuda Bali mendokumentasikan kegiatan adat di desa sebagai bentuk ngayah digital untuk menjaga warisan budaya leluhur. Visual : AI Ambara /InfoDewataNews |
INFODEWATANEWS.COM — Di tengah kemajuan teknologi yang mengubah cara hidup manusia, generasi muda Bali berdiri di dua dunia: antara pusaka tradisi yang diwariskan leluhur dan tantangan era digital yang menuntut kecepatan serta kreativitas. Namun, di balik layar ponsel dan arus media sosial, masih berdenyut getar suci semangat menjaga budaya — dengan cara yang baru, segar, dan penuh makna.
Bali memang dikenal sebagai tanah spiritual, tempat setiap gerak dan suara menyimpan nilai filosofi. Tetapi dunia berubah: anak-anak muda kini tumbuh dengan gawai di tangan dan dunia yang terhubung tanpa batas. Tantangan pun muncul: bagaimana menjaga roh tradisi di tengah banjir informasi dan budaya global?
Dari Pura ke Platform Digital
Dulu, nilai-nilai budaya diwariskan dari mulut ke mulut, dari upacara ke upacara. Kini, banyak anak muda Bali menggunakan media digital sebagai pura baru — ruang suci tempat mereka mempersembahkan karya dan rasa bhakti melalui teknologi.
Di Instagram dan TikTok, muncul kreator muda yang memperkenalkan makna upacara odalan, cara membuat canang sari, hingga filosofi Tri Hita Karana. Mereka tidak sekadar menampilkan gambar indah, tapi juga menyisipkan pesan spiritual, mengajak generasi sebaya memahami akar budaya mereka sendiri.
Belajar Tradisi Lewat Inovasi
Gerakan pelestarian budaya kini tidak lagi kaku. Anak muda menggabungkan kreativitas, teknologi, dan rasa bhakti menjadi satu kesatuan baru — wujud modern dari semangat “ngayah”.
“Ngayah kini bukan hanya di pura, tapi juga di ruang digital.S etiap unggahan yang menjaga nilai leluhur adalah yadnya zaman kini.”
Tradisi Sebagai Identitas, Bukan Beban
Ada masa ketika sebagian generasi muda merasa budaya Bali terlalu rumit, bahkan membatasi. Namun kesadaran baru mulai tumbuh: tradisi bukan beban, melainkan identitas yang membentuk karakter.
Generasi muda Bali kini tidak hanya “melestarikan” budaya, tetapi menghidupkannya kembali dengan cara mereka sendiri — melalui musik kontemporer berbahasa Bali, film pendek bertema adat, hingga desain busana yang mengangkat motif klasik dengan sentuhan modern.
Warisan untuk Dunia
“Tradisi adalah akar, teknologi adalah sayap.Tanpa akar, sayap tak punya arah. Tanpa sayap, akar tak bisa menjangkau langit.”
Melalui tangan-tangan muda yang kreatif dan hati yang tetap berbhakti, Bali menatap masa depan tanpa kehilangan jiwa.
Penulis: Ngurah Ambara
Editor: Redaksi InfoDewataNews

0Komentar