![]() |
Prosesi Metatah atau potong gigi di Bali, sebuah tradisi sakral yang melambangkan pengendalian diri dan kesiapan menuju kedewasaan. (Foto: IG @tamanprakertibhuana) |
INFODEWATANEWS.COM – Bali adalah pulau dengan adat dan tradisi yang sangat kuat. Di antara berbagai upacara keagamaan, Metatah atau potong gigi menempati posisi penting dalam siklus kehidupan umat Hindu Bali. Tradisi ini biasanya dilakukan saat seorang anak beranjak remaja, namun ada pula yang baru melaksanakannya ketika akan menikah.
Mengapa upacara ini dianggap begitu penting hingga disarankan dilakukan sebelum memasuki jenjang pernikahan? Berikut penjelasan lengkapnya.
Metatah: Simbol Kedewasaan
Metatah menandai peralihan seseorang dari masa remaja menuju kedewasaan. Prosesi pengikiran enam gigi bagian atas—empat gigi seri dan dua taring—dilambangkan sebagai pengendalian sifat buruk manusia atau Sad Ripu (nafsu, rakus, amarah, kebingungan, angkuh, dan iri hati).
Dengan menjalani Metatah, seorang remaja dianggap siap secara spiritual untuk menghadapi kehidupan baru. Inilah yang membuat tradisi ini identik dengan kesiapan menuju pernikahan, karena pernikahan sendiri menuntut kedewasaan lahir batin.
Kenapa Sebelum Menikah?
Dalam adat Bali, ada keyakinan bahwa seseorang yang belum menjalani Metatah dianggap belum sah secara spiritual untuk memasuki rumah tangga. Alasannya antara lain:
-
Penyucian Diri Sebelum Memikul Tanggung JawabMenikah berarti memikul tanggung jawab baru, baik terhadap pasangan maupun keluarga besar. Dengan menjalani Metatah, seseorang dianggap telah menyucikan diri dari sifat buruk sehingga lebih siap menjalani kehidupan berumah tangga.
-
Simbol Kematangan EmosionalRumah tangga membutuhkan kesabaran dan kemampuan mengendalikan diri. Prosesi Metatah mengajarkan pentingnya mengikis sifat amarah, keserakahan, dan kesombongan—semua hal yang bisa merusak keharmonisan pernikahan.
-
Kewajiban Agama dan AdatDalam ajaran Hindu Bali, Metatah termasuk upacara Manusa Yadnya (korban suci bagi manusia). Jika belum dilakukan, biasanya pasangan akan melaksanakannya terlebih dahulu sebelum upacara pernikahan digelar.
-
Doa Restu LeluhurMetatah juga bermakna memohon restu kepada leluhur. Restu inilah yang diyakini membawa keberkahan dalam perjalanan rumah tangga yang akan ditempuh.
Praktik di Masyarakat Bali
Di beberapa keluarga, Metatah dilakukan jauh sebelum anak menikah, bahkan saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah. Namun, ada pula yang memilih menunda hingga menjelang pernikahan.
Metatah yang dilakukan sebelum menikah biasanya digelar bersama prosesi pawiwahan (perkawinan). Prosesi ini dikenal dengan sebutan “Metatah Nyentana” atau “Metatah Sambungan”, di mana kedua upacara dilaksanakan dalam satu rangkaian. Hal ini lazim terjadi jika calon mempelai belum pernah menjalani Metatah sebelumnya.
Tradisi yang Tetap Lestari
Meski zaman terus berubah, tradisi Metatah masih dilaksanakan dengan penuh kekhidmatan. Bahkan, banyak desa adat dan pura besar mengadakan Metatah massal untuk membantu masyarakat yang ingin menjalani kewajiban spiritual ini tanpa mengeluarkan biaya besar.
Dengan demikian, setiap remaja Hindu Bali tetap memiliki kesempatan untuk menjalani tradisi ini sebelum menikah, meski kondisi ekonomi keluarga terbatas.
Pesan Moral dan Spiritual
Lebih dari sekadar kewajiban adat, Metatah mengandung pesan moral yang relevan bagi kehidupan rumah tangga:
-
Suami-istri harus mampu menahan amarah (krodha).
-
Mereka harus menghindari sifat rakus dan serakah (lobha).
-
Jangan terjebak iri hati (matsarya) yang bisa merusak keharmonisan.
-
Tetap rendah hati dan saling menghargai, menjauhi kesombongan (mada).
Nilai-nilai ini menjadi bekal penting dalam membangun keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan dilandasi spiritualitas.
Tradisi Metatah bukan sekadar pengikiran gigi, melainkan simbol kesiapan spiritual dan moral bagi remaja Bali untuk memasuki babak baru kehidupan. Oleh karena itu, adat Bali menempatkan Metatah sebagai syarat penting sebelum pernikahan.
Dengan menjalani tradisi ini, pasangan suami-istri diharapkan lebih kuat menghadapi tantangan rumah tangga, karena mereka telah melewati penyucian diri dan memperoleh restu leluhur.
0Komentar