TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark

Legenda Roro Jonggrang Kisah Cinta dan Kutukan yang Melahirkan Candi Prambanan

👤 Ngurah Ambara | InfoDewataNews    ðŸ•’ Senin, November 03, 2025
Gambar Utama

Ilustrasi Roro Jonggrang berdiri di bawah cahaya bulan dengan kebaya kerajaan, sementara Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin untuk membangun seribu candi. Adegan ini menggambarkan momen sebelum kutukan yang melahirkan Candi Prambanan.Visual: Ambara / InfoDewataNews


INFODEWATANEWS.COM - Walau sejarah mencatat bahwa Candi Prambanan adalah warisan masa Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9, masyarakat Jawa hingga kini masih memegang erat sebuah legenda yang melekat pada keberadaan candi megah itu.

Kisah ini bukan sejarah tertulis, melainkan cerita rakyat yang hidup dalam tutur lisan legenda yang mengajarkan tentang cinta, kesetiaan, dan akibat dari tipu daya.

Inilah kisah Roro Jonggrang, sang putri cantik dari Kerajaan Baka, dan Bandung Bondowoso, pangeran sakti dari Pengging dua tokoh yang kisah cintanya dipercaya menjadi awal mula terbentuknya Candi Sewu dan Candi Prambanan.


Dua Kerajaan yang Bertetangga

Dahulu kala, di daerah yang kini dikenal sebagai Jawa Tengah, berdirilah dua kerajaan besar yang saling bertetangga: Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka.

Kerajaan Pengging dipimpin oleh Prabu Damar Maya, raja yang bijak dan dicintai rakyatnya. Ia memiliki putra tunggal bernama Raden Bandung Bondowoso, seorang pangeran yang sakti, gagah berani, dan memiliki kekuatan luar biasa.

Sementara itu, Kerajaan Baka diperintah oleh Prabu Baka, raja bertubuh raksasa yang terkenal kejam dan pemakan manusia. Meski berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki seorang putri jelita bernama Roro Jonggrang, yang kecantikannya tersohor ke seluruh penjuru negeri.

Perang Antara Pengging dan Baka

Ketenteraman kedua kerajaan berubah ketika Prabu Baka, yang serakah akan kekuasaan, memutuskan untuk menyerang Kerajaan Pengging.

Peperangan pun pecah, membawa penderitaan, kelaparan, dan kehancuran bagi rakyat. Untuk mengakhiri perang itu, Prabu Damar Maya mengutus putranya, Raden Bandung Bondowoso, untuk menghadapi Prabu Baka secara langsung.

Pertarungan besar tak terhindarkan. Dengan kesaktian dan keberanian luar biasa, Bandung Bondowoso akhirnya berhasil mengalahkan Prabu Baka. Kabar kematian sang raja sampai ke istana, membuat Roro Jonggrang berduka mendalam. Ia kehilangan ayah yang selama ini melindunginya, meski keras dan bengis.

Pertemuan Takdir

Usai kemenangan itu, Bandung Bondowoso datang ke istana Baka dan melihat sosok Roro Jonggrang untuk pertama kalinya. Ia langsung terpikat oleh kecantikan sang putri yang mempesona.

Tanpa berpikir panjang, ia melamar Roro Jonggrang untuk dijadikan permaisurinya.

Namun, bagi Roro Jonggrang, lamaran itu ibarat luka baru. Bagaimana mungkin ia menikahi orang yang telah membunuh ayahnya? Ia menolak dengan halus, tetapi Bandung Bondowoso terus memohon.

Akhirnya, sang putri menyetujui lamaran itu dengan dua syarat berat, berharap sang pangeran tidak akan sanggup memenuhinya.

Dua Syarat Mustahil

Syarat pertama: Bandung Bondowoso harus membuat sebuah sumur besar bernama Jalatunda.

Syarat kedua: ia harus membangun seribu candi hanya dalam waktu satu malam.

Dengan kesaktiannya, Bandung Bondowoso menyelesaikan sumur Jalatunda dengan mudah. Namun Roro Jonggrang berbuat licik. Ia berpura-pura memuji hasil pekerjaan itu dan meminta sang pangeran turun ke dalam sumur untuk memeriksa kedalamannya. Begitu Bandung turun, Roro Jonggrang memerintahkan Patih Gupala untuk menimbun sumur itu dengan batu besar.

Ajaibnya, Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan kekuatannya sendiri. Amarah pun mulai tumbuh dalam hatinya.

Meski demikian, ia tetap berusaha memenuhi syarat kedua. Dengan bantuan pasukan jin, ia mulai membangun seribu candi. Dalam waktu singkat, ratusan candi telah berdiri. Menjelang fajar, hanya satu candi lagi yang belum selesai.

Tipu Daya dan Kutukan

Melihat bahwa Bandung Bondowoso hampir berhasil, Roro Jonggrang ketakutan. Ia segera memerintahkan para dayang untuk menumbuk padi dan membakar jerami, menciptakan cahaya seperti matahari terbit.

Para jin yang bekerja mengira hari sudah pagi. Mereka pun pergi meninggalkan pekerjaan sebelum candi terakhir selesai.

Bandung Bondowoso yang menyadari tipu muslihat itu murka besar. Dengan nada penuh amarah, ia mengutuk sang putri:

“Roro Jonggrang! Engkau yang berhati licik dan keras seperti batu, kini akan menjadi batu sungguhan untuk melengkapi seribu candiku!”

Sekejap kemudian, tubuh Roro Jonggrang berubah menjadi batu menjadi arca wanita yang paling indah, yang hingga kini dikenal sebagai arca Dewi Durga di Candi Prambanan.

Seribu candi yang dibangun malam itu kini dikenal masyarakat sebagai Candi Sewu, yang letaknya berdekatan dengan kompleks Prambanan.

Nilai dan Warisan Abadi

Meski hanya legenda, kisah Roro Jonggrang telah menjadi bagian dari identitas budaya Jawa. Ia bukan sekadar cerita cinta yang tragis, tetapi juga simbol dari konsekuensi atas kebohongan dan ketidaktulusan.

Candi Prambanan berdiri sebagai saksi bisu atas legenda itu perpaduan antara sejarah dan mitos yang memperkaya warisan Nusantara.

Pesan Moral

Legenda ini mengajarkan bahwa cinta sejati harus berlandaskan kejujuran dan keikhlasan. Ketika cinta diselimuti tipu daya dan kebencian, yang tersisa hanyalah penyesalan dan kehancuran.

Dalam setiap kisah rakyat, tersimpan pesan agar manusia belajar dari masa lalu untuk menjadi bijak, jujur, dan berani menanggung akibat dari perbuatannya.

Penulis: Ngurah Ambara | Editor: Redaksi InfoDewataNews

0Komentar

Copyright© - INFODEWATANEWS.COM . Develop by Komunitas Ngranjing.
Tentang Kami | Perjalanan Kami | Makna Logo | Privasi | Syarat dan Ketentuan | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Redaksi | Kontak Kami