![]() |
Foto Ilustrasi AI/ InfoDewataNews |
Dikutip dari Calonarangtaksu, menurut Prof. Dr. Drs. I Made Surada, MA, dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, kata “Krulut” berasal dari kata “Lulut”, yang secara harfiah memiliki arti kasih sayang atau tresna. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila dalam pelaksanaannya, banyak yang menyebut upacara ini sebagai Hari Valentine ala Bali, karena sama-sama menekankan pentingnya rasa kasih dan perhatian.
Lebih lanjut, Prof. Surada menjelaskan bahwa suara memegang peran penting dalam upacara Tumpek Krulut. Suara, terutama yang dihasilkan oleh alat musik gamelan, bukan hanya sebagai media hiburan, tetapi juga simbol komunikasi dan keharmonisan antar-manusia. Dengan adanya suara yang indah, manusia diingatkan untuk saling menghargai, memperhatikan, dan menjaga hubungan baik dengan sesamanya.
Penyucian ini bertujuan untuk menghilangkan hal-hal buruk yang menempel pada gamelan. Selanjutnya, masyarakat Bali akan memberikan sajian berupa sesajen yang merupakan simbol persembahan kepada Dewa Iswara.
Pelaksanaan Tumpek Krulut menekankan rasa tulus dalam setiap tindakan. Memberikan sesajen dengan hati yang tulus menjadi wujud nyata dari kasih sayang yang dimiliki setiap orang.
Editor : Ngurah Ambara
0Komentar