TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark

Filosofi Canang Sari, Lebih dari Sekadar Sesajen

👤 Ngurah Ambara | InfoDewataNews    ðŸ•’ Selasa, Oktober 07, 2025
Gambar Utama


canang sari, sesaji kecil khas Bali yang terdiri dari bunga, daun, dan janur, disusun rapi dalam wadah tradisional. Canang sari digunakan sebagai wujud syukur dan penghormatan kepada Tuhan serta pelindung alam sekitar. Foto : Ambara /InfoDewataNews. 


INFODEWATANEWS.COM - Bali dikenal sebagai pulau dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya yang tiada tara. Salah satu simbol paling melekat dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali adalah canang sari. Hampir setiap hari, canang sari bisa ditemukan di depan rumah, pura, toko, hingga di perempatan jalan. Banyak wisatawan yang penasaran, apa sebenarnya makna dari sesajen kecil penuh bunga itu? Bagi masyarakat Bali, canang sari bukan hanya sekadar persembahan, melainkan memiliki filosofi yang dalam sebagai bentuk pengabdian dan keseimbangan hidup.

Makna Canang Sari

Kata canang berasal dari bahasa Kawi yang berarti wadah atau tempat, sedangkan sari berarti inti atau esensi. Jadi, canang sari adalah wadah kecil yang berisi inti persembahan. Wadahnya biasanya dibuat dari janur (daun kelapa muda) yang dianyam rapi berbentuk segi empat atau bundar. Di dalamnya diisi bunga dengan warna tertentu, kepingan uang logam, serta dupa yang dibakar ketika upacara persembahan dilakukan.

Bunga yang diletakkan bukan sembarangan, tetapi memiliki arah dan makna. Bunga putih ditempatkan di timur melambangkan Dewa Iswara, bunga merah di selatan melambangkan Dewa Brahma, bunga kuning di barat melambangkan Dewa Mahadeva, dan bunga biru atau hijau di utara melambangkan Dewa Vishnu. Sementara uang logam disebut sebagai sari, simbol ketulusan serta inti pengorbanan.

Asal Usul Canang Sari

Mengutip dari disbud.bulelengkab.go.id, canang sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih. Canang sari ini dalam persembahyangan umat Hindu Bali disebut sebagai kuantitas terkecil namun inti (kanista = inti). Disebut terkecil karena bentuknya sederhana, namun menjadi inti sebab dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu terdapat canang sari.

Canang sari lazim dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Ia juga mengandung makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam doa itu, umat Hindu memohon kekuatan Widya (pengetahuan) agar tercipta keseimbangan di Bhuwana Alit (dunia kecil/manusia) maupun Bhuwana Agung (alam semesta).

Secara etimologi, kata Canang berasal dari “Can” yang berarti indah dan “Nang” yang berarti tujuan atau maksud (bahasa Kawi/Jawa Kuno). Sedangkan Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian, Canang Sari bermakna permohonan kekuatan Widya ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi-Nya) secara sekala maupun niskala

.

Bentuk dan Fungsi Canang

Dalam dokumen Disbud Buleleng juga dijelaskan bahwa bentuk dan fungsi canang sari memiliki simbol tersendiri. Canang memakai alas berupa “ceper” (berbentuk segi empat) yang melambangkan kekuatan Ardha Candra (bulan).

Di atas ceper ditempatkan porosan, yaitu rangkaian sirih, pinang, dan kapur sirih yang melambangkan dasar persembahan harus dilandasi hati welas asih serta ketulusan. Hal ini mengingatkan bahwa setiap umat dalam menerima karunia Sang Hyang Widhi juga harus dengan rasa tulus dan penuh kasih.

Selain itu, di dalam canang juga terdapat seiris tebu, pisang, dan sepotong jaja (kue tradisional Bali). Ketiganya merupakan simbol Wiswa Ongkara atau aksara suci “Tri Aksara” dalam kepercayaan Hindu Bali. Simbol ini mempertegas bahwa canang sari bukan sekadar sesajen, melainkan doa penuh makna yang menghubungkan manusia dengan sumber kehidupan.

Filosofi dalam Kehidupan Sehari-hari

Bagi umat Hindu Bali, canang sari adalah wujud rasa syukur dan pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Setiap hari, umat mempersembahkan canang sari sebagai ucapan terima kasih atas anugerah kehidupan, sekaligus sebagai pengingat bahwa manusia tidak bisa lepas dari harmoni dengan alam dan Sang Pencipta.

Filosofi canang sari juga erat kaitannya dengan konsep Tri Hita Karana—tiga penyebab kebahagiaan, yaitu menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Dengan mempersembahkan canang sari, orang Bali selalu diingatkan untuk hidup selaras dengan lingkungan, menjalin hubungan baik dengan sesama, serta menjaga spiritualitas.

Tidak hanya di pura atau saat upacara besar, canang sari selalu hadir dalam aktivitas sehari-hari. Setiap pagi, perempuan Bali dengan penuh ketulusan menyiapkannya lalu meletakkannya di halaman rumah, toko, maupun kendaraan. Ritual sederhana ini merupakan latihan spiritual untuk melatih kesabaran, ketekunan, dan kerendahan hati.

Lebih dari Sekadar Sesajen

Bila dilihat dari luar, canang sari memang tampak sederhana. Namun bila dipahami lebih dalam, canang sari adalah inti dari filosofi kehidupan orang Bali. Ia mengajarkan pentingnya syukur, ketulusan, serta kesadaran untuk menjaga keseimbangan dalam hidup.

Di tengah arus modernisasi, canang sari tetap lestari. Generasi muda Bali diajarkan sejak dini cara membuatnya dan memahami maknanya. Dengan demikian, nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur tetap hidup, tidak hanya sebagai tradisi, tetapi juga sebagai pedoman moral dan spiritual bagi kehidupan sehari-hari.

0Komentar

Copyright© - INFODEWATANEWS.COM . Develop by Komunitas Ngranjing.
Tentang Kami | Perjalanan Kami | Makna Logo | Privasi | Syarat dan Ketentuan | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Redaksi | Kontak Kami