![]() |
Tradisi Metatah di Bali tetap lestari, menjadi simbol kesiapan spiritual dan moral sebelum memasuki pernikahan. (Foto: IG @tamanprakertibhuana) |
INFODEWATANEWS.COM – Upacara Metatah atau Mepandes merupakan salah satu tradisi sakral umat Hindu Bali yang memiliki makna penyucian diri bagi seorang remaja. Prosesi ini bukan hanya ritual potong gigi secara fisik, tetapi juga simbol pengendalian diri dari enam musuh dalam diri manusia (Sad Ripu), yaitu kama (nafsu), loba (rakus), krodha (amarah), mada (mabuk), moha (kebingungan), dan matsarya (iri hati).
Setiap tahapan dalam Metatah penuh dengan simbolisme yang sarat nilai spiritual, sosial, dan filosofis. Berikut adalah tahapan utama dalam prosesi Metatah yang dijalani sebelum sampai pada inti acara, yakni potong gigi.
1. Magumi Padangan
Prosesi pertama disebut Magumi Padangan, yaitu memohon air suci di dapur keluarga. Air ini kemudian digunakan untuk membersihkan diri secara sekala (lahir) dan niskala (batin). Filosofinya adalah bahwa seorang remaja yang memasuki masa dewasa sudah siap menanggung tanggung jawab lebih besar, termasuk berumah tangga dan membangun keluarga.
2. Ngekeb
Tahapan berikutnya adalah Ngekeb, di mana peserta metatah “di-pingit” di meten atau gedong, biasanya di kamar tidur khusus. Ngekeb mengandung makna pengendalian diri. Peserta harus berjanji dalam hatinya untuk mampu menahan dan mengendalikan Sad Ripu yang ada dalam diri manusia. Ritual ini menjadi momen refleksi sebelum memasuki kehidupan yang lebih dewasa.
3. Mabyakala
Prosesi Mabyakala dilakukan di halaman rumah. Upacara ini bertujuan membersihkan diri dari pengaruh roh-roh jahat atau energi negatif yang berasal dari luar. Dengan demikian, peserta diharapkan siap secara spiritual untuk menjalani tahap inti metatah tanpa gangguan niskala.
4. Sembahyang ke Merajan
Setelah itu, peserta akan diarahkan untuk sembahyang ke merajan (sanggah atau pura keluarga). Prosesi ini bermakna memohon restu kepada leluhur agar upacara metatah berjalan lancar. Peserta juga mempersembahkan caru (sesajen khusus) sebagai simbol pembersihan diri dari sifat buruk, sekaligus doa untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
5. Ngrajah/Ngendag
Tahap selanjutnya adalah Ngrajah atau Ngendag, dipimpin oleh seorang sangging (orang yang dipercaya melakukan metatah). Peserta dirajah secara simbolis di alis, gigi, bahu kanan, bahu kiri, dan dada menggunakan cincin permata mirah atau tangkai daun sirih yang diolesi madu. Setelah itu dipercikkan tirtha pemandes untuk keselamatan. Filosofinya adalah penyatuan bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (tubuh manusia), serta menolak bala yang bisa mengganggu perjalanan hidup.
6. Upacara Metatah/Mepandes
Inilah puncak acara: upacara potong gigi. Peserta berbaring terlentang dengan tangan dalam posisi amustikarana (sembah), ditutup dengan kain putih-kuning sebagai simbol kesucian. Sangging kemudian mengikir gigi seri bagian atas hingga rata. Prosesi ini melambangkan pembersihan sifat buruk yang melekat dalam diri manusia.
Perlengkapan dalam Upacara Metatah
Agar prosesi berjalan lancar, digunakan beberapa perlengkapan khusus, di antaranya:
-
Pahatan – alat tradisional untuk mengikir gigi.
-
Kikir/pengasah – digunakan sangging untuk meratakan gigi.
-
Batu asahan – untuk menajamkan atau membersihkan kikir.
-
Madu dan kapur – berfungsi sebagai bahan pembersih sekaligus simbol pemanis kehidupan.
-
Tebu atau kayu dadap – digunakan untuk mengganjal rongga mulut saat proses pengikiran gigi berlangsung.
Setiap perlengkapan memiliki simbol tersendiri, mulai dari keteguhan, kesucian, hingga keseimbangan hidup yang diharapkan menyertai peserta setelah prosesi metatah selesai.
Pantangan dalam Upacara Metatah
Walaupun secara umum dapat diikuti oleh semua remaja, baik laki-laki maupun perempuan, ada satu pantangan penting: wanita yang sedang hamil tidak diperkenankan mengikuti metatah. Masyarakat Bali percaya bahwa janin dalam kandungan adalah jiwa yang masih murni dan suci, sehingga tidak perlu melalui prosesi penyucian diri seperti orang dewasa.
7. Mandi
Setelah prosesi inti selesai, peserta menjalani mandi di sungai sambil membawa sekah ngening (simbol manusia). Ritual mandi ini memiliki makna pelepasan dan pembersihan akhir, agar sifat-sifat buruk benar-benar luruh dari diri peserta.
8. Mejaya-jaya
Tahap terakhir adalah Mejaya-jaya, yaitu upacara permohonan doa restu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar segala prosesi yang telah dilaksanakan mendapat berkah. Mejaya-jaya juga bermakna perlindungan dalam kehidupan, agar peserta selalu dijauhkan dari mara bahaya dan diberi ketenangan lahir batin.
Simbol Enam Rasa dalam Metatah
Usai prosesi potong gigi, peserta biasanya diminta mencicipi enam rasa:
-
Pahit – simbol ketabahan.
-
Pedas – simbol kesabaran.
-
Sepat – simbol ketaatan.
-
Manis – simbol kebahagiaan.
-
Asin – simbol kebijaksanaan.
-
Asam – simbol keseimbangan hidup.
Mencicipi enam rasa ini menjadi pengingat bahwa kehidupan manusia akan selalu penuh dinamika. Seorang yang telah metatah diharapkan mampu menerima segala kondisi hidup dengan bijak, sabar, dan tabah.
Dengan selesainya seluruh rangkaian prosesi, perlengkapan, hingga simbol enam rasa, upacara Metatah tidak hanya dimaknai sebagai perubahan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual menuju kedewasaan. Tradisi ini menjadi jembatan bagi seorang remaja Bali untuk memasuki kehidupan yang lebih matang, penuh tanggung jawab, sekaligus sebagai wujud bakti kepada leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Meski demikian, penting dipahami bahwa tata cara pelaksanaan Metatah di Bali bisa berbeda-beda, tergantung desa, kala, dan patra (tempat, waktu, dan keadaan) masing-masing. Perbedaan tersebut justru memperlihatkan kekayaan adat yang hidup dan berkembang di setiap wilayah.
Pada akhirnya, Metatah bukan sekadar ritual potong gigi, melainkan sebuah perjalanan sakral yang menyatukan nilai religius, sosial, dan budaya. Tradisi ini menjadi penanda kedewasaan seorang remaja Bali, sekaligus memperkuat identitas serta spiritualitas umat Hindu di tengah dinamika kehidupan modern.
0Komentar