![]() |
Prosesi Metatah atau Mepandes, tradisi sakral umat Hindu Bali sebagai simbol penyucian diri dan pengendalian Sad Ripu. (Foto: IG @tamanprakertibhuana) |
INFODEWATANEWS.COM – Tradisi Bali bukan hanya sekadar ritual yang dijalankan turun-temurun, melainkan juga sarat dengan filosofi hidup. Salah satu upacara penting adalah Metatah atau potong gigi, yang menandai perjalanan seorang remaja menuju kedewasaan. Di balik prosesi pengikiran gigi ini tersimpan makna mendalam, yaitu pengendalian Sad Ripu, enam musuh dalam diri manusia yang diyakini menjadi sumber penderitaan.
Apa Itu Sad Ripu?
Dalam ajaran Hindu, Sad Ripu berarti enam sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Jika dibiarkan, sifat-sifat ini bisa menjerumuskan seseorang dalam kegelapan hidup. Metatah hadir sebagai simbol bahwa seorang remaja siap meninggalkan sifat-sifat tersebut dan belajar mengendalikan dirinya.
Enam Sad Ripu itu adalah:
-
Kama (nafsu)
-
Lobha (rakus)
-
Krodha (amarah)
-
Moha (kebingungan)
-
Mada (keangkuhan)
-
Matsarya (iri hati)
1. Kama – Mengendalikan Nafsu
Kama berarti keinginan atau nafsu berlebihan. Dalam kehidupan, nafsu memang wajar, tetapi jika tidak terkendali bisa menjerumuskan pada perbuatan salah. Melalui Metatah, seorang remaja diajarkan untuk tidak diperbudak nafsu, melainkan mengarahkannya pada hal positif seperti belajar, berkarya, dan berbakti.
2. Lobha – Menghindari Sifat Rakus
Lobha adalah sifat serakah, selalu merasa kurang meski sudah memiliki banyak. Filosofi Metatah mengingatkan bahwa sifat rakus hanya membawa penderitaan. Seorang yang telah menjalani Metatah diharapkan mampu bersyukur, berbagi dengan sesama, dan tidak hanya mengejar kepuasan materi.
3. Krodha – Mengendalikan Amarah
Krodha berarti amarah yang meluap tanpa kendali. Amarah bisa menghancurkan hubungan keluarga maupun masyarakat. Saat gigi dikikir dalam prosesi Metatah, ada simbol bahwa sifat kasar dalam diri juga dikikis, sehingga yang tersisa adalah kelembutan hati dan kemampuan untuk bersabar.
4. Moha – Menjauhi Kebingungan dan Ketidaktahuan
Moha berarti kebingungan atau delusi, kondisi ketika seseorang kehilangan arah hidup. Filosofi Metatah mengajarkan pentingnya kejernihan pikiran. Dengan menjalani ritual ini, remaja Bali diingatkan untuk mencari jalan terang melalui ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan bimbingan orang tua.
5. Mada – Mengikis Keangkuhan
Mada adalah sifat sombong atau angkuh karena merasa lebih hebat dari orang lain. Dalam upacara Metatah, pengikiran gigi taring memiliki makna khusus: taring yang tajam adalah simbol sifat kasar dan angkuh, sehingga diratakan agar pemiliknya lebih rendah hati dan bijaksana.
6. Matsarya – Menghindari Rasa Iri
Matsarya adalah sifat iri hati yang sering memicu perselisihan. Metatah mengingatkan remaja Bali agar tidak membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan, tetapi lebih fokus pada usaha diri sendiri dan kebahagiaan bersama.
Simbol dalam Kehidupan Sehari-hari
Sad Ripu bukan sekadar teori. Dalam kehidupan nyata, keenam sifat buruk ini sering muncul, entah dalam bentuk nafsu konsumtif, sifat serakah, mudah marah, kebingungan mengambil keputusan, kesombongan, maupun iri terhadap kesuksesan orang lain.
Tradisi Metatah memberikan pesan bahwa setiap manusia harus berusaha mengikis sifat-sifat itu. Bukan hanya sekali saat upacara, melainkan sepanjang hidup.
Pesan Universal Metatah
Meskipun berakar pada Hindu Bali, filosofi pengendalian Sad Ripu bersifat universal. Semua manusia, apa pun latar belakangnya, pasti menghadapi enam sifat buruk tersebut. Melalui Metatah, umat Hindu Bali menegaskan bahwa kedewasaan sejati adalah kemampuan mengendalikan diri dan membangun harmoni dengan sesama.
Tradisi Metatah tidak hanya mengikis gigi, tetapi juga menjadi pengingat bahwa remaja Bali siap menjalani hidup dengan lebih bijaksana. Enam musuh dalam diri, Sad Ripu, harus dikendalikan agar tidak merusak jalan hidup.
Dengan memahami filosofi ini, Metatah bukan sekadar warisan budaya, melainkan pelajaran abadi: menjadi manusia yang lebih baik dimulai dari kemampuan mengendalikan diri.
0Komentar