![]() |
| Ilustrasi Naga Basuki digambarkan sebagai naga raksasa hijau keemasan dengan mata menyala dan semburan api, terbang megah di atas pegunungan. Visual: AI Ambara / InfoDewataNews |
INFODEWATANEWS.COM – Gunung Agung atau Giri Tohlangkir sejak dahulu diyakini sebagai salah satu gunung tersuci bagi umat Hindu Bali. Di sanalah berstana Hyang Putranjaya, sementara goa-goa di kaki Gunung Agung dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Hyang Naga Basuki. Sebuah legenda kuno pun mengisahkan perjalanan sakral sang naga raksasa menuju Gunung Agung.
Dikisahkan dalam Calonarang Taksu, Ida Bhatara Hyang Pasopati tinggal bersama putranya, Naga Basuki, di Gunung Semeru. Pada suatu pagi, Naga Basuki menghadap ayahandanya. Ia mengungkapkan kerinduan mendalam untuk bertemu para saudaranya di Bali Dwipa: Betara Geni Jaya di Gunung Lempuyang, Betara Putranjaya di Gunung Tohlangkir, Betara Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru, Betara Manik Umang di Gunung Beratan, dan Betara Hyang Tugu di Gunung Andakasa.
Namun keinginan itu tidak langsung diizinkan. Hyang Pasopati menegaskan bahwa perjalanan ke Bali Dwipa sangat jauh dan penuh bahaya. Kelima saudara Naga Basuki berada di tempat yang saling berjauhan, dipisahkan oleh hutan-hutan belantara. Jika Naga Basuki pergi, siapa yang akan menjaga Gunung Semeru?
Mendengar itu, Naga Basuki merasa seolah ayahnya meragukan kesaktiannya. Ia meremehkan jarak menuju Bali dan menganggap perjalanan itu tidaklah sulit. Karena kesombongan itulah Hyang Pasopati akhirnya berkata, “Jika itu maumu, pergilah. Ayah tak lagi melarangmu.”
Perjalanan yang Menggetarkan Jagat
Naga Basuki pun memulai perjalanan panjang menuju Bali Dwipa. Tubuhnya yang raksasa membuat setiap tempat yang dilewatinya porak-poranda. Pepohonan tumbang, bukit longsor, sungai meluap menjadi banjir bandang langkahnya bagaikan gempa bumi yang mengguncang alam.
Sesampainya di Blambangan, Naga Basuki naik ke puncak gunung untuk melihat Bali dari kejauhan. Karena jarak yang begitu jauh, Bali tampak sangat kecil sebesar telur dalam pandangannya. Naga Basuki pun mengira ayahnya membohongi dirinya. Ia semakin tinggi hati.
Tanpa sepengetahuannya, Hyang Pasopati mengikuti dari belakang. Mengetahui isi hati putranya, beliau menampakkan diri dan menantangnya:
“Jika engkau menganggap Bali Dwipa sebesar telur, buktikan. Di sana tampak puncak Gunung Tohlangkir, tempat saudaramu berstana. Dapatkah engkau menelannya?”
Dengan sombong, Naga Basuki menjawab bahwa ia bahkan sanggup menelan seluruh jagat Bali beserta isinya.
Kesombongan yang Dipatahkan
Naga Basuki pun bersiap. Sinar tajam memancar dari matanya menyambar ke arah Gunung Tohlangkir. Namun sekuat apa pun ia mencoba, puncak gunung itu tidak mampu ia telan. Upayanya hanya membuat sebagian puncak sisi selatan Giri Tohlangkir retak dan runtuh.
Setelah berkali-kali gagal, Naga Basuki kelelahan. Hyang Pasopati menatapnya dengan iba dan bertanya apakah ia masih ingin melanjutkan kesombongannya. Dengan penuh penyesalan, Naga Basuki memohon ampun karena telah meremehkan Bali dan mengabaikan nasihat ayahnya.
Hyang Pasopati lalu bersabda, “Anakku, Bali itu bukan sekadar pulau kecil. Bali berarti Wali—Yadnya. Masyarakatnya tidak pernah berhenti melakukan Yadnya dengan tulus, sehingga Sang Hyang Widhi Wasa selalu melindunginya. Jagat Bali tidak akan dibiarkan hancur oleh gangguan apa pun, termasuk olehmu. Engkau hanyalah seperti seekor ular kecil dibandingkan keagungan-Nya.”
Sebagai hukuman sekaligus tugas suci, Hyang Pasopati memerintahkan Naga Basuki untuk tinggal di Gunung Tohlangkir bersama saudara beliau, menjaga Bali Dwipa serta memastikan puncak gunung yang pernah ia rusak tidak runtuh lagi.
Penjaga Abadi Bali Dwipa
Sejak saat itu, Naga Basuki pun berstana di Giri Tohlangkir dengan penuh ketaatan. Sejak ia berada di sana, gempa, banjir, dan angin ribut jarang terjadi di Bali sebagai tanda bahwa sang penjaga agung kini menjaga jagat Bali Dwipa dengan sepenuh hati.
Demikianlah legenda perjalanan suci Naga Basuki menuju Gunung Agung, sebuah kisah yang mengingatkan kita untuk tidak meremehkan apa pun di dunia ini, terutama kesucian dan kekuatan spiritual Bali yang selalu dijaga oleh Yadnya dan keikhlasan umatnya.

0Komentar