INFODEWATANEWS.COM – Busana adat Bali bukan hanya sarana berpakaian, tetapi juga medium yang menyimpan filosofi kehidupan. Dua elemen yang paling penting dalam busana adat pria maupun wanita adalah kamen (kain bawahan) dan saput (kain lapis di atasnya). Meski terlihat sederhana, kedua kain ini mengandung ajaran moral, spiritual, dan simbolik yang telah diwariskan turun-temurun oleh leluhur masyarakat Bali.
Makna Kamen: Landasan Hidup dan Peran Spiritual
Kamen merupakan kain dasar yang dipakai melilit tubuh bagian bawah. Dalam budaya Bali, kamen bukan hanya sebuah pakaian, tetapi lambang landasan hidup, kesucian langkah, serta pedoman bagi manusia dalam menjalankan dharma atau kebenaran.
1. Kamen untuk Pria
Kamen pria dililit dari kiri ke kanan, atau berputar melawan arah jarum jam. Cara lilit ini memiliki pesan mendalam:
Melambangkan pemegang Dharma, yaitu mereka yang bertanggung jawab menjaga keluarga, masyarakat, dan tatanan hidup.
Langkah panjang dan ujung kain yang sedikit menyentuh tanah (lelencingan) menggambarkan bahwa seorang pria harus siap menjalankan tugas, melangkah jauh demi kesejahteraan bersama, serta tetap rendah hati kepada ibu pertiwi.
Bentuk lilitan yang lebih tegas melambangkan ketegasan, keberanian, dan tanggung jawab sebagai pelindung dalam keluarga dan adat.
2. Kamen untuk Wanita
Berbeda dengan pria, kamen untuk wanita dililit dari kanan ke kiri, atau searah jarum jam, hingga menutupi mata kaki. Filosofinya meliputi:
- Simbol kesucian dan kelembutan, mencerminkan sifat ibu sebagai sumber keteduhan.
- Melambangkan energi sakti, yaitu kekuatan penyeimbang bagi pria, sehingga pasangan suami-istri menjadi harmoni.
- Tidak memiliki lelencingan, karena perempuan dianggap sebagai penjaga keselarasan, sehingga pakaiannya harus selalu rapi dan tertutup sempurna.
Kedua cara lilit ini menunjukkan bahwa pria dan wanita dalam budaya Bali memiliki peran berbeda, namun saling melengkapi dalam menjaga keseimbangan hidup.
Makna Saput: Perlindungan, Keseimbangan, dan Kedewasaan
Di atas kamen, dikenakan saput atau kampuh, yaitu kain lapisan kedua yang memberikan identitas lebih formal dalam busana adat. Fungsi saput bukan hanya estetis, tetapi juga sarat simbolisme.
1. Makna Umum Saput
Saput melambangkan: Perlindungan, baik secara lahir maupun batin. Kedewasaan, karena saput biasanya dipakai pada acara adat dan upacara keagamaan.
Penutup ego, mengingatkan pemakainya agar tidak sombong dan bersikap rendah hati dalam menjalani hidup.
Dengan memakai saput, seseorang dianggap telah melengkapi dirinya dengan sikap formal, pantas, dan siap memasuki wilayah atau kegiatan sakral.
2. Cara Pakai Saput untuk Pria
Saput pria dipakai dengan cara diputar dari kanan ke kiri, menutupi area vital. Ini mengandung makna:
Pengendalian diri, simbol bahwa pria harus mampu mengontrol hawa nafsu dan emosinya.
Menunjukkan sikap formal, karena dalam adat Bali, cara menutup tubuh dengan benar mencerminkan etika dan penghormatan terhadap tempat suci.
Motif-Motif Saput dan Filosofinya
Motif saput merupakan bahasa visual yang menjadi simbol berbagai ajaran dalam kepercayaan Hindu Bali. Salah satu yang paling terkenal adalah saput poleng.
1. Saput Poleng Hitam-Putih: Simbol Rwa Bhineda
Motif kotak-kotak hitam dan putih ini mewakili konsep Rwa Bhineda, yakni dua hal yang bertolak belakang namun tidak bisa dipisahkan—seperti:baik dan buruk,terang dan gelap,atas dan bawah,hidup dan mati.
Konsep ini mengajarkan bahwa manusia harus menjalani hidup dengan seimbang, menerima dualitas sebagai bagian dari perjalanan spiritual. Hitam dan putih bukan untuk memilih salah satu, tetapi untuk memahami bahwa keduanya selalu hadir berdampingan dalam kehidupan.
2. Saput Poleng Sudamala (Putih–Abu-Abu–Hitam)
Varian ini menambahkan warna abu-abu sebagai simbol unsur penyeimbang antara baik dan buruk. Abu-abu melambangkan kesadaran bahwa manusia tidak selalu berada pada satu titik hitam atau putih, melainkan berproses menuju keseimbangan.
3. Saput Poleng Tridatu (Merah–Putih–Hitam)
Motif tridatu adalah simbol dari Triguna, tiga sifat utama dalam diri manusia:
- Satwam (Putih): kebijaksanaan dan kemurnian,
- Rajas (Merah): energi dan semangat,
- Tamas (Hitam): sifat pasif atau penghalang.
Ketiga warna ini menggambarkan bahwa manusia selalu bergerak dalam tiga sifat tersebut. Dengan memakai saput tridatu, seseorang diingatkan untuk menjaga kebijaksanaan (satwam) agar dapat mengendalikan energi (rajas) dan menaklukkan sifat negatif (tamas).
Saput dan Kamen: Simbol Identitas dan Keselarasan Hidup
Jika dilihat secara keseluruhan, perpaduan kamen dan saput menciptakan visualisasi nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat Bali:
kejantanannya,kebijaksanaan,ketulusan,spiritualitas,serta harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Setiap lilitan, setiap motif, dan setiap detail cara pakai bukanlah kebetulan. Semua itu dirancang sebagai pengingat bahwa manusia hidup untuk menjaga keseimbangan, menjalankan dharma, dan tetap rendah hati di tengah dunia yang terus berubah.
Melalui pemaknaan kamen dan saput, kita dapat melihat betapa kaya dan dalamnya filosofi budaya Bali. Busana adat bukan sekadar pakaian upacara, tetapi cermin dari identitas, nilai moral, dan ajaran luhur yang terus dijaga hingga kini. Dengan memahami filosofi ini, kita tidak hanya memakai kain adat sebagai bentuk tradisi, tetapi juga sebagai penghormatan kepada leluhur dan pelestarian jati diri Bali yang penuh nilai kehidupan.
Editor: Redaksi InfoDewataNews

0Komentar