TpOoBSG9TfCoGSd9TpY5GfC8Ti==
Light Dark

Megibung, Tradisi Makan Bersama Warisan Leluhur Karangasem

👤 Ngurah Ambara | InfoDewataNews    ðŸ•’ Senin, Juni 02, 2025
Gambar Utama


 Tradisi Megibung Masyrakat Desa Dukuh, Kubu, Karangasem, Dok.Foto : Ambara /Infodewatanews


INFODEWATANEWS.COM, KARANGASEM – Bali dikenal bukan hanya karena keindahan alam dan panorama wisatanya, tetapi juga karena kekayaan tradisi serta budaya yang masih terus dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi khas yang tumbuh dan berkembang di ujung timur Pulau Bali, tepatnya di Kabupaten Karangasem, adalah tradisi Megibung, sebuah prosesi makan bersama yang sarat dengan nilai kebersamaan, egaliter, dan gotong royong.

Dikutip dari karangasemkab.go.id Tradisi megibung ini dikenalkan oleh Raja Karangasem yaitu I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi. 

Kala itu, Raja Karangasem tengah melakukan ekspedisi militer untuk menaklukkan raja-raja di tanah Lombok. Dalam masa istirahat peperangan, sang raja menganjurkan para prajuritnya untuk makan bersama dalam posisi melingkar. Momen kebersamaan itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan megibung.

Konon, dalam tradisi megibung, raja tidak hanya memerintah prajuritnya, tetapi ikut duduk melingkar dan menyantap makanan yang sama. Hal ini menjadi simbol bahwa di hadapan makanan, semua orang setara, tanpa memandang pangkat maupun kedudukan. Inilah yang menjadikan tradisi megibung bukan sekadar makan bersama, melainkan juga mengandung nilai filosofi tentang persatuan dan kebersamaan

.

Megibung dimulai dari masak masakan khas traditional Bali secara bersama-sama, baik itu nasi maupun lauknya. Setelah selesai memasak, warga kemudian menyiapkan makanan itu untuk disantap. Nasi putih diletakkan dalam satu wadah yang disebut gibungan, sedangkan lauk dan sayur yang akan disantap disebut karangan.

Tradisi megibung ini  dilangsungkan saat ada upacara adat dan Keagamaan di suatu tempat, terutama di daerah Karangasem, misalnya dalam Upacara yadnya seperti pernikahan, odalan di pura, ngaben, upacara tiga bulanan, dan hajatan lainnya. 

Pada kegiatan ini biasanya yang punya acara memberikan undangan kepada kerabat serta sanak saudaranya guna menyaksikan prosesi kegiatan upacara keagamaan tersebut. Sehingga prosesi upacara dapat berlangsung seperti yang diharapkan.



Etika dalam Megibung

Meskipun terlihat sederhana, ada beberapa etika yang tetap dijaga dalam tradisi megibung. Misalnya:

  • Sebelum makan, semua peserta wajib mencuci tangan.

  • Tidak boleh menjatuhkan remah atau sisa makanan dari suapan.

  • Tidak diperkenankan mengambil makanan di sebelah kita, melainkan harus secara bergiliran.

  • Jika salah satu peserta sudah merasa kenyang, tidak boleh meninggalkan lingkaran sebelum semua orang selesai makan.

Walaupun aturan-aturan tersebut tidak tertulis, namun hingga kini masih dipatuhi oleh masyarakat Karangasem sebagai bagian dari nilai kesopanan dan rasa hormat terhadap sesama.

Megibung dalam Skala Besar

Tradisi megibung juga pernah dilaksanakan dalam skala besar. Salah satu yang paling terkenal adalah pada masa pemerintahan Bupati Wayan Geredeg. Pada tanggal 26 Desember 2006, Pemerintah Kabupaten Karangasem menggelar acara megibung massal di Taman Sukasada Ujung yang diikuti oleh tidak kurang dari 20.520 orang. Acara ini tercatat sebagai salah satu kegiatan budaya terbesar di Bali kala itu, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Daya Tarik Wisata Budaya

Selain dikenal dengan berbagai destinasi wisata alamnya, seperti Taman Ujung, Tirta Gangga, hingga pesona Amed dan Tulamben, Karangasem juga memiliki kekayaan budaya seperti megibung yang menjadi daya tarik wisatawan. Banyak turis mancanegara yang penasaran dan tertarik menyaksikan langsung prosesi megibung, bahkan ikut serta di dalamnya.

Tradisi ini bukan hanya tentang makan bersama, tetapi juga sebuah warisan budaya yang merefleksikan filosofi hidup masyarakat Karangasem: selalu mengutamakan kebersamaan, kesederhanaan, dan kerukunan.

Pelestarian Megibung

Di tengah arus modernisasi, tradisi megibung masih terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Karangasem. Pemerintah daerah juga kerap menjadikan megibung sebagai agenda dalam festival budaya maupun acara seremonial, agar generasi muda tetap mengenal dan mencintai warisan leluhur mereka.

Dengan segala nilai yang terkandung di dalamnya, megibung bukan sekadar tradisi makan bersama, melainkan simbol persaudaraan, kebersamaan, dan identitas budaya Bali Timur yang patut dijaga hingga lintas generasi.

(Penulis : Ngurah Ambara) 



0Komentar

Copyright© - INFODEWATANEWS.COM . Develop by Komunitas Ngranjing.
Tentang Kami | Perjalanan Kami | Makna Logo | Privasi | Syarat dan Ketentuan | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Redaksi | Kontak Kami