![]() | ||
|
Usaba ini
berlangsung selama satu bulan penuh dengan berbagai rangkaian upacara salah
satunya adalah Mekare-kare atau Geret
pandan. Mekare-kare ini dilaksanakan selam dua hari berturut-turut yakni
dengan lokasi yang berbeda yakni hari pertama di Petemu Kaja dan hari
kedua di depan Bale Agung. Prosesi Mekare-kare ini merupakan penghormatan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra atau Dewa Perang karena keyakinan masyarakat setempat yang tidak mengenal kasta dan menganggap Dewa Indra sebagai dewa dari segala dewa. Pelaksanaan upacara ini berlangsung selama dua hari di halaman balai pertemuan Desa, waktu upacara biasanya dimulai dari jam 2 siang. Masyarakat yang hadir dalam upacara ini menggunakan pakaian adat Tenganan (kain tenun Pegringsingan), para laki-laki menggunakan pakaian sarung (kamen), selendang (saput) dan ikat kepala (udeng) tanpa memakai baju atau telanjang dada. Upacara Mekare-kare juga akan selalu diiringi dengan musik gamelan serundeng yang merupakan alat musik tradisional yang disakralkan. Alat-alat gamelan tidak boleh menyentuh tanah serta yang memainkannya hanya orang-orang tertentu saja yang dianggap suci dalam upacara ini. Mekare-kare
sering disebut Perang Pandan hal ini dikarenakan menggunakan sarana utama
berupa daun pandan berduri yang dipotong dalam ukuran yang sama kemudian diikat
sebagai perlambang sebuah gada yang dipakai berperang. Selain itu mereka juga
memakai perisai dari bahan rotan sebagai tameng untuk melindungi diri. Prosesi
ini dilakukan oleh kaum laki-laki dari anak-anak, dewasa sampai orang tua. Perang akan
berlangsung antara dua orang yang akan saling menyerang dan bertahan dengan
satu orang wasit. Hampir semua peserta akan mengalami luka disekujur tubuhnya
karena duri daun pandan namun sudah disiapkan ramuan tradisional dari parutan
kunyit dan lengkuas dengan ditambah minyak kelapa untuk mengobatinya Keunikan
Mekare-kare Selain sebagai satu-satunya tradisi yang hanya digelarkan di Desa Tenganan, tradisi ini juga hanya bisa ditemukan di bulan Juni atau setiap bulan kelima (sasi kelima) dalam penanggalan Desa Adat Tenganan. Untuk
mengikuti upacara Mekare – kare yang terpenting mempunyai kesiapan
mental. Tidak heran jika pesertanya lintas usia, dari mulai kanak-kanak hingga
orang dewasa ikut memeriahkannya. Terkadang juga pesertanya bukan hanya masyarakat dari Desa Tenganan saja, namun juga ada peserta dari luar Bali yang mengikuti upacara Makare-kare, wisatawan lokal maupun asing juga dipersilahkan untuk ikut menjadi peserta dan bertanding. Upacara ini
juga cukup digemari baik oleh wisatawan lokal maupun asing yang sengaja datang
ke Desa Tenganan untuk menyaksikan upacara Mekare-kare . Untuk
menyaksikan upacara ini pun penonton tidak perlu membayar tiket alias gratis. (Sumber Disbudpar
Karangasem) |
0Komentar